Masalah subsidi bbm ini kerap dibicarakan dalam berita-berita di media online maupun media cetak dan elektronik belakangan ini.
Disatu sisi memotong subsidi bbm akan menyengsarakan rakyat banyak dan di sisi lain kebijakan tidak memotong subsidi bbm akan membuat keuangan negara dan defisit anggaran semakin membengkak dari tahun ke tahun.
Ini seperti memakan buah simalakama. Jika negara sengsara, rakyat pun sengsara, dan sebaliknya.
Seperti yang kita ketahui, subsidi bbm paling banyak dipakai untuk
kendaraan bermotor. Dan seperti informasi yang dapat kita baca di banyak
media dikatakan bahwa 70 persen subsidi bbm dinikmati oleh orang-orang
yang dikategorikan mampu. Jadi boleh dibilang meskipun tujuannya baik,
kebijakan subsidi bbm ini sudah salah sasaran.
Lalu bagaimana cara memecahkan persoalan yang pelik seperti ini?
Tidak ada cara lain bagi pemerintah selain menaikkan harga bbm
bersubsidi, meskipun kebijakan ini tidak populer dan akan mendapat
banyak tentangan.
Namun seperti halnya seseorang yang sakit, pil pahit harus ditelan agar dapat sembuh dari penyakit itu.
Namun seperti halnya seseorang yang sakit, pil pahit harus ditelan agar dapat sembuh dari penyakit itu.
Agar dampaknya tidak terlalu berat kepada masyarakat luas, selain
menaikkan harga bbm subsidi, perlu adanya kebijakan lain sebagai
‘penyeimbang’ bagi kebijakan tidak populis itu.
Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah subsidi bbm yang sudah mengakar-urat ini :
1. Menaikkan harga bbm subsidi secara bertahap sehingga tidak membuat
masyarakat terkejut dengan kenaikan yang terlalu signifikan. Hal ini
juga sekaligus sebagai shock therapy sehingga perlahan-lahan masyarakat
akan mulai terbiasa menggunakan bbm non subsidi.
2. Melakukan pengendalian dalam penjualan bbm subsidi. Dalam hal ini pemerintah harus merancang peraturan perundangan-undangan yang secara tegas melarang pemakaian bbm subsidi bagi kalangan yang mampu.
2. Melakukan pengendalian dalam penjualan bbm subsidi. Dalam hal ini pemerintah harus merancang peraturan perundangan-undangan yang secara tegas melarang pemakaian bbm subsidi bagi kalangan yang mampu.
Saat ini subsidi bbm nyata-nyata hanya menguntungkan kalangan
orang-orang mampu, sedangkan rakyat kecil di daerah pedalaman malah
harus membeli bbm dengan harga yang jauh diatas harga normal bbm subsidi
di kota-kota besar. Ini adalah sebuah bentuk ketidak-adilan yang harus
diselesaikan secara tegas oleh pemerintah.
Jika seseorang mampu membeli mobil yang harganya ratusan juta,
sangat tidak masuk akal jika tidak mampu membeli bbm non-subsidi yang
sekali isi hanya berkisar di angka ratusan ribu.
Selain menghemat pengeluaran negara untuk subsidi bbm, kebijakan
ini juga akan membuat pengguna mobil untuk berhemat dalam penggunaan bbm
dan secara tidak langsung akan mengurangi kemacetan jalan yang selama
ini menjadi alasan mengapa triliunan rupiah bbm subsidi dibakar sia-sia
di jalan raya karena kemacetan.
Yang berhak untuk menggunakan bbm subsidi adalah nelayan, petani, mobil angkutan umum dan mobil niaga untuk angkutan barang.
Mengapa mobil niaga perlu disubsidi? Seperti yang kita ketahui,
dampak kenaikan harga bbm adalah inflasi. Dan inflasi ini bisa terjadi
pada hampir seluruh jenis barang dan jasa. Dalam hal ini untuk menekan
inflasi terhadap barang-barang kebutuhan pokok, pemerintah harus
mengizinkan angkutan niaga menggunakan bbm subsidi untuk menekan biaya
logistik dari penyaluran barang-barang kebutuhan pokok itu.
Memang dalam penerapannya, pasti akan terjadi penyelewengan
terhadap pemakaian bbm subsidi tersebut. Oleh karena itu untuk menekan
tingkat penyelewengan (meskipun dirasa mustahil bisa ditekan sampai 0%),
pemerintah harus menggunakan solusi canggih misalnya dengan menggunakan
smart card yang sebelumnya sudah pernah dipasang pada
kendaraan-kendaraan di jakarta beberapa waktu lalu.
3. Mengalihkan sebagian subsidi untuk pembangunan infrastruktur
Pembangunan infrastruktur di Indonesia sangat tertinggal dibanding
negara-negara lain seperti China, Malaysia, atau Singapura. Oleh karena
itu pemerintah sudah sepantasnya mengalihkan sebagian subsidi tersebut
untuk pembangunan infrastruktur. Infrastruktur yang bagus secara
otomatis akan mengurangi biaya logistik dan pada akhirnya akan membantu
menekan inflasi. Dan bukan hanya itu saja, dampak tidak langsungnya
adalah produk yang dihasilkan di dalam negeri pun akan semakin bersaing
untuk dipasarkan di luar negri yang pada akhirnya akan membantu
meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke luar negri. Ini juga akan
membantu memperbaiki neraca perdagangan Indonesia yang terancam defisit
yang semakin melebar.
Seperti kita ketahui, di beberapa pelabuhan di Indonesia, proses
bongkar muat bisa memakan waktu sampai beberapa hari karena keterbatasan
kapasitas pelabuhan. Ini adalah biaya harus ditanggung oleh pelaku
usaha dan membuat daya saing produk kita menjadi lemah. Pemerintah harus
mempercepat pembangunan pelabuhan dengan kapasitas yang lebih besar.
Selain itu juga harus dipercepat pembangunan jalan seperti misalnya tol
sumatera yang sudah tertunda cukup lama.
4. Memberikan bantuan subsidi pangan, pendidikan serta kesehatan
Efek domino dari kenaikan harga subsidi adalah naiknya harga-harga
bahan kebutuhan pokok. Bagi rakyat kelas menengah, meskipun ini
memberatkan tapi tidak akan terlalu menyengsarakan. Yang menjadi korban
tentunya adalah rakyat kecil yang secara ekonomi masuk dalam golongan
tidak mampu. Untuk itu pemerintah harus memikirkan bagaimana agar
kalangan tidak mampu ini tidak sampai terkena dampak negatif kenaikan
harga barang kebutuhan secara langsung.
Beberapa waktu lalu pada saat bbm subsidi dinaikkan, pemerintah
memperkenalkan program BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk rakyat tidak
mampu. Tujuannya baik, namun penerapannya tidak selalu sesuai dengan
semangat awalnya. Selalu ada penyelewengan dimana orang-orang yang tidak
berhak malah mendapatkan uang yang tidak seharusnya tidak mereka
terima.
Ini karena sifat uang yang cair, artinya bisa digunakan untuk
berbagai macam keperluan yang pada akhirnya memperbesar resiko
terjadinya penyelewengan.
Dalam hal ini pemerintah harus mensubsidi langsung dalam bentuk
pemberian bahan kebutuhan pokok dan bukannya berupa uang tunai. Karena
dengan uang tunai, sangat sulit untuk mengontrol penggunaan uang
tersebut. Bisa saja uang itu bukan dipakai untuk membeli beras, namun
untuk membeli rokok misalnya.
Memang subsidi pangan juga rawan penyelewengan, namun tidak semudah menyelewengkan uang tunai.
Lagipula jika pemerintah mau, mungkin bisa mempertimbangkan ide
dapur umum dimana subsidi dilakukan dengan memberikan makanan gratis
(makanan jadi) di sentra-sentra yang ditinggali oleh kelompok masyarakat
tidak mampu. Hal ini lebih baik ketimbang memberi uang tunai kepada
masyarakat.
Selain pangan, pemerintah juga hendaknya memikirkan subsidi
pendidikan dan kesehatan. Dan untuk subsidi pendidikan dan kesehatan ini
juga tidak boleh diberikan dalam bentuk uang tunai.
5. Mulai beralih ke bahan bakar dari bbm ke bbg
Subsidi bbm terus meningkat dan harga bbm juga terus naik. Dalam
hal ini pemerintah sudah mulai harus mempertimbangkan untuk
perlahan-lahan beralih dari penggunaan bbm ke bbg. Pemerintah semestinya
membangun komunikasi dengan pabrikan otomotif untuk membuat semacam
roadmap peralihan dari bbm ke bbg dan ditindaklanjuti dengan pembangunan
spbg di seluruh Indonesia secara bertahap. Bukan hanya di hilir,
pembangunan juga harus dilakukan di hulu agar distribusi bbg nantinya
tidak akan sampai mengalami bottle neck dimana lebih banyak permintaan
dibanding supply.
6. Mengurangi ketergantungan PLN terhadap pembangkit berbahan bakar minyak
Hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan potensi panas bumi di
Indonesia yang jumlahnya sangat besar, bisa mencapai 4000 MW. Selain itu
garis pantai Indonesia yang luas juga bisa dimanfaatkan untuk
pembangkit hidrolik dan tenaga angin, belum lagi dari potensi energi
tata surya (meskipun sebenarnya biaya investasi untuk pembangkit tenaga
surya saat ini tergolong masih mahal). Pemerintah juga bisa
mempertimbangkan sumber energi dari pembangkit non-konvensional misalnya
dari pengolahan sampah ataupun dari biogas yang bisa diperoleh dari
hasil pengolahan terhadap limbah buangan (septic tank) yang ada pada
rumah-rumah penduduk.
Itulah beberapa alternatif yang dapat dilakukan pemerintah untuk
mengatasi persoalan subsidi bbm yang membelit negara ini. Bagaimanapun,
alternatif-alternatif yang disampaikan disini hanyalah berupa saran dan
ide untuk pemerintahan mendatang. Penerapannya tergantung kebijakan dari
pemerintah itu sendiri.
Penulis berharap semoga suatu hari nanti negara kita ini bisa
mandiri dalam hal pangan, energi, dan teknologi sehingga negara tercinta
ini bisa berdiri di kaki sendiri dan disegani oleh negara-negara
lainnya di dunia.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar