Pallawa
![](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_vSDlzE91aN5Jb6K3p5D0HEjUjipXMKyg9-dZQTJJlPC-ybUjx2FsV8O2aUOOnYRCYM76yxEWju2bHqIePNSEQl4kDP7EDnDtgzhN6MHQ5I3MaYF0ipUp3qAdOTOWaxb4M=s0-d)
![](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_sltsdeKSrsfOPsCFGSlykUXIE3GcD6FHvCdKvnk-mY8P_nYRhLALxnoQ-IibfHgGCAp4SuzyXlNSFt-gJSXsFnn8GnRB7ahjERxsQHxD3fvH1TbG78jVJwZh6qpS3Mv4M=s0-d)
Tongkonan
adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai
perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan
menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau.
Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan
digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan berasal
dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi
berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial
Masyarakat Toraja). Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang
disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon
palem (bangah) saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung
terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang
merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan yang berada di antara
pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan
sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat.
Terletak sekitar 12 Km ke arah utara dari Rantepao.
Londa
Londa
adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya
terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana
peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit
lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Londa
terletak de Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalai, sekitar 5 Km ke arah
selatan dari Rantepao, Tana Toraja.
Ke'te Kesu
Ke’te
Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat
kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan
rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona
di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan
bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang
perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan
bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau
ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini
juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya
dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir.
Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.
Batu Tumonga
![](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_s3E5Wa1_RMdgRjkG0E8D2QQaYzTNqt6TmNOE0gHsopfqlYsykXEr9pQfiHQAlhH6nA6okwIYdJq3nx6qeU0pQ1Yv01cDLXEiKCFWfYCNYVFSA2TCoHG66BX2K7DzTnyMgx7JrXow=s0-d)
Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu
lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir
memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat
melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah
Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.
Lemo
Lemo
merupakan sebuah kuburan yang dibuat di bukit batu. Bukit ini dinamakan
Lemo karena bentuknya bulat menyerupai buah jeruk (limau). Di bukit ini
terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan
satu keluarga dengan ukuran 3 X 5 M. Untuk membuat lubang ini
diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya sekitar Rp. 30
juta. Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman
Lemo anda dapat melihat mayat yang disimpan di udara terbuka, di tengah
bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara
kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari
mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. Kuburan Batu
Lemo ini terletak di sebelah utara Makale, Kabupaten Tana Toraja.
Kuburan Bayi Kambira
Di
kuburan ini, bayi yang meninggal sebelum giginya tumbuh dikuburkan di
dalam sebuah lubang yang dibuat di pohon Tarra’. Bayi ini dianggap masih
masih suci. Pohon Tarra’ dipilih sebagai tempat penguburan bayi, karena
pohon ini memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air
susu ibu. Dengan menguburkan di pohon ini, orang-orang Toraja menganggap
bayi ini seperti dikembalikan ke rahim ibunya dan mereka berharap
pengembalian bayi ini ke rahim ibunya akan menyelamatkan bayi-bayi yang
akan lahir kemudian.
Pohon Tarra’ memiliki diameter sekitar 80 – 100 cm dan lubang yang
dipakai untuk menguburkan bayi ditutup dengan ijuk dari pohon enau.
Pemakaman seperti ini dilakukan oleh orang Toraja pengikut ajaran
kepercayaan kepada leluhur. Upacara penguburan ini dilaksanakan secara
sederhana dan bayi yang dikuburkan tidak dibungkus dengan kain, sehingga
bayi seperti masih berada di rahim ibunya.
Kuburan ini terletak di Desa Kambira, tidak jauh dari Makale, Tana Toraja.
Arung Jeram Sungai Sa’dan
Sungai
Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80 meter
serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di sepanjang Sungai ini
terdapat beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda, seperti
jeram Puru’ dengan kategori tingkat kesulitan III; jeram Pembuangan Seba
dengan kategori tingkat kesulitan IV, yaitupermukaan air di pinggir
sungai yang lebar dan tiba-tiba menyempit dengan cepat; jeram Fitri
dengan kategori tingkat kesulitan V, yaitu berupa patahan dan arus
sungai yang menabrak batu besar yang dapat menyebabkan perahu menempel
di batu dan terjebak diantaranya. Selain itu, topografi daerah ini juga
sangat menarik dengan keindahan alam dan udara yang sejuk di sepanjang
perjalanan.
Lokasi Sungai Sa’dan ini dimulai dari jembatan gantung di Desa Buah
Kayu kabupaten Tana Toraja dan berakhir di jembatan Pappi Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan.
Upacara Adat Rambu Solo
Rambu
Solo dalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan
untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia
menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur
mereka di sebuah tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut
upacara penyempurnaan kematian karena orang yang meninggal baru dianggap
benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi.
Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai
orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti
halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi
hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
Puncak
dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.
Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses
pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak
pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan
proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Selain itu, dalam upacara adat ini terdapat berbagai atraksi budaya
yang dipertontonkan, diantaranya adu kerbau, kerbau-kerbau yang akan
dikorbankan di adu terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada
juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja.
Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan
sekali tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja. Kerbau
yang akan disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapi kerbau
bule “Tedong Bonga” yang harganya berkisar antara 10 – 50 juta per ekornya.
Upacara adat ini biasanya dilaksanakan di Kampung Bonoran, Desa Ke’te’ Kesu’, Kecamatan Kesu’, Tana Toraja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar